Archive for Juli 2013

Macam-Macam Pajak



Macam-Macam Pajak

Adapun macam-macam pajak yang pernah dipraktekkan dalam pemerintahan Islam, juga yang pernah dipraktekkan Rasulullah SAW, adalah sebagai berikut:


1.    Pajak kepala (al-Jizyah)  

Kata jizyah diambil dari kata  jaza’  yang artinya imbalan. Jizyah adalah pajak kepala yang dibayarkan oleh penduduk dar al-Islam yang bukan muslim kepada pemerintah Islam.  Jizyah ini dimaksudkan sebagai wujud loyalitas mereka kepada pemerintah Islam dan konsekuensi dari perlindungan (rasa aman) yang diberikan pemerintah Islam untuk mereka.


Pada masa Rasulullah, besarnya jizyah satu dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayar, sedangkan perempuan, anak-anak, pengemis, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita sakit jiwa dan semua yang menderita sakit dibebaskan dari kewajiban ini 


Dalam sejarah, jizyah telah lama dipraktekkan jauh sebelum kedatangan Islam. Dalam hubungan internasional ketika itu, Negara-negara seperti Romawi, Persia dan Yunani, mewajibkan penduduk Negara yang mereka taklukkan untuk membayar pajak kepada mereka. Setelah Islam datang, Islam melakukan perubahan dengan membebaskan penduduk yang kalah perang dari wajib militer. Bila mereka masuk militer, maka mereka dibebaskan dari kewajiban membayar jizyah. 

Perubahan lain yang dilakukan Islam dalam hal ini adalah memformat jizyah menjadi suatu sistem sosial yang memberikan peluang bagi warga Negara non-muslim di dar al-Islam untuk memperoleh tunjangan dari Negara. Oleh karenanya,  jizyah tidak diambil dari non-muslim yang miskin dan anak-anak. Besarnya jumlah jizyah sangat relatif, tergantung pada kebijaksanaan pemerintah. 

Pembayarannya pun bersifat fleksibel, tidak harus dengan dengan uang melainkan bisa juga dibayar dengan binatang ternak dan kewajiban ini hanya diberlaukan sekali setahun




2.        Pajak Tanah (Kharaj)
 
 Kharaj secara sederhana dapat diartikan sebagai pajak tanah.Pajak tanah ini dibebankan atas tanah non-muslim dan dalam hal-hal tertentu juga dapat dibebankan atas umat Islam.


Berbeda dengan jizyah yang ditetapkan oleh nash, kharaj ditetapkan oleh ijtihad.

Oleh karena itu, penanganan kharaj diserahkan sepenuhnya kepada ijtihad imam. 


Kharaj pertama kali dikenal dalam Islam setelah perang Khaibar, yaitu pada saat Rasulullah SAW memberikan dispensasi  kepada penduduk Yahudi Khaibar untuk tetap memiliki tanah mereka, dengan syarat mereka membayar sebagian hasil panennya kepada pemerintah Islam. Dalam sejarah Pemerintahan Islam, kharaj merupakan sumber keuangan Negara yang dikuasai pemerintah, bukan oleh sekelompok orang. Adapun kewajiban membayar kharaj hanya sekali satu tahu.



 Jumlah kharaj yang pernah dipraktekkan dalam Pemerintahan Islam beragam, sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang wajib membayarnya dan tanah pertaniannya. Adapun menyangkut teknis pengumpulannya kharaj biasanya dilakukan oleh sebuah tim atau dewan yang diberi wewenang oleh pemerintah dalam melaksanakan tugasnya.


3.      Ushur at-Tijarah


Ushur at-Tijarah adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non-muslim yang melakukan transaksi bisnis di Negara Islam. Pajak perdagangan ini tetap diberlakukan dalam dunia internasional hingga saat sekarang.  
Dalam Negara Islam, kebijakan pemberlakuan pajak perdagangan ini dimulai pada Pemerintahan ‘Umar ibn Khathab. Ketika wilayah kekuasaan Islam mengalami perluasan yang  pesat, sebagian kaum muslimin melakukan perdagangan internasional dengan Negara-negara non Muslim. 

Dalam perdagangan tersebut, ternyata umat Islam yang melakukan transaksi di Negara non-muslim dikenakan pajak oleh Pemerintahan yang bersangkutan. Dari hal tersebut, akhirnya ‘Umar pun memberlakukan pajak perdagangan bagi non-muslim warga negara asing  yang melakukan transaksi bisnis  di Negara Islam. 

Adapun pemberlakuan pajak ini dimaksudkan untuk menambah devisa Negara dalam rangka mengelola dan menjalankan roda Pemerintahan. Seperti halnya jizyah, kewajiban pajak perdagangan ini juga hanya setahun sekali. Namun berbeda dengan jizyah, pajak perdagangan masih tetap diberlakukan dalam masa modern ini yang tentu saja dengan penerapan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, contohnya dengan memberlakukan bea masuk barang-barang impor.
Bea import adalah aturan siyasah syar’iyah yang diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah demi kemaslahatan umat

Posted in | Leave a comment
Diberdayakan oleh Blogger.

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.