INVISIBLE
WINNER
Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata seorang
atlet lari berkebangsaan inggris, Derek, dan terinspirasi dari sebuah lagu You’ll
never walk alone. Saya buat versi fanfict korea dan dengan beberapa penambahan
cerita.
cast : Nam Woo Hyun ( INFINITE )
WooHyun POV
When
you walk through a strom
Hold
your head up high, and don’t be afraid of the dark
Tahun ini adalah tahun ke duaku mengikuti ajang
bergengsi, olimpiade. Untuk ke dua kalinya aku mewakili negaraku dalam
perlombaan lari 400 meter.
Senang sekali rasanya bisa menapakan kaki di bumi
matador, dan melihat enam puluh lima ribu pasang mata telah hadir di stadion
untuk menyaksikan event atletik di ajang olahraga terbesar seplanet bumi.
Impian terbesarku adalah mendapatkan sebuah medali,
apapun medali itu. Rasanya ingin membalaskan dendamku pada kegagalan tahun lalu
akibat cidera yang kualami. Hari ini ingin kubuktikan kepada dunia bahwa aku
bisa. Aku ingin membuat usaha ayahku tak sia-sia, karena aku dan ayah telah
berlatih sangat keras untuk ini.
At
the end of a storm there’s a golden sky
And
the sweet silver song of a lark
Suara pistol menanda dimulainya perlombaan. Latian keras
yang kujalani selama ini membuatku dapat melewati lawan-lawanku. Dengan cepat
aku sudah memimpin hingga meter ke 225. Berarti kurang 175 meter lagi. Ya,
kurang sebentar lagi aku akan mendapatkan medali itu.
Saat tepat di meter ke 225 aku merasa hal aneh
terjadi pada kakiku. Timbul rasa sakit yang luarbiasa pada kaki kananku. Rasanya
seperti ada orang menembakan sebuah peluru di kakiku. Mendadak aku hanya bisa
berjalan tertatih tatih. Aku hanya dapat melakukan lompat-lompat kecil dengan
kaki kiriku, melambat, dan akhirnya aku rebah di tanah.
Hatiku berkecamuk, pupus sudah harapanku untuk
mendapatkan medali.
Auth POV
Woo Hyun merasakan sakit yang luar biasa pada
kakinya, bahkan untuk berdiri saja terasa sulit.
Dari tribun atas terlihat sesosok pria paruh baya
berlari ke bawah tribun. Mukanya penuh kekhawatiran bahkan ia terlihat tak
peduli tubuhnya menabrak banyak orang.
Di tanah, woohyun hanya dapat merintih kesakitan. Matanya
menerawang menyadari bahwa impiannya memenangkan olimpiade pupus sudah. Untuk kedua
kalinya ia gagal karena cidera kakinya. Namun jiwanya bukanlah jiwa yang mudah
menyerah. Saat tim medis membawakan tandu untuknya, ia berkata “aku tak akan
naik tandu itu, aku harus menyelesaikan perlombaan ini”.
Perlaha-lahan woohyun mengangkat kakinya sendiri
dengan menahan rasa sakit di kakinya, ia
berjalan tertatih dan sangat lambat.
Tim medis yang saat itu ada di sebelahnya mengira
bahwa woohyun akan berjalan ke tepi lapangan, namun dugaan mereka salah. Kaki woohyun
terus berjalan menuju garis finish.
Walk
on, through the wind. Walk on through the rain
Though
your dreams be tossed and blown..
Saat woohyun secara perlahan berjalan untuk mencapai
finish, ayahnya, joohyun sampai di tribun bawah. Ia melompati pagar pembatas
penonton dan berlari melewati para pejaga. Kepada para penjaga ia berkata “itu
anakku dan aku akan menolongnya!”
Woohyun POV
Garis finish 120 meter lagi di depanku, aku
merasakan sentuhan hangat pada pundakku. Ya, ayah kini berada di sebelahku,
berlari bersamaku. Meskipun sangat berat dan rasa sakit sungguh mencekam kakiku
aku sangat yakin bisa mencapai garis finish itu. Rangkulan ayah yang penuh
kehangatan menambah semangatku.
“aku di sini nak” kata lembut yang keluar dari mulut
ayah membuat darahku berdesir. “dan kita akan menyelesaikan perlombaan ini
bersama-sama” semangatku kembali terpacu untuk mencapai garis finish.
Walk
on walk on with hope in your heart
And
you’ll never walk alone, You’ll never walk alone
Ayah memapahku hingga mendekati garis finish. Saat beberapa
langkah menuju garis ayah melepaskan rangkulannya dan membiarkanku melewati
garis finish tersebut seorang diri. Setelah kulewati garis itu ayah memelukku
dan merangkulku lagi.
“aku adalah ayah yang paling bangga sedunia! Aku bangga
padamu saat ini daripada saat melihatmu mendapatkan medali emas.” Kata-kata
ayah sungguh membuatku tak dapat membendung air mataku. Ya, aku tahu ini sangat
menyakitkan. Medali tak kudapatkan, bahkan aku didiskualifikasi dari
perlombaan. Namun sorak sorai penonton dan semangat yang mereka berikan begitu
berharga untukku.
Auth POV
Enam puluh lima ribu pasang mata menyaksikan mereka,
menyemangati mereka, bersorak bertepuk tangan dan beberapa penonton menitihkan
air mata. Scene ayah dan anak kini lebih menjadi perhatian publik daripada
pemenang lomba.
Jika kasih ibu adalah melindungi kita dari kelamnya
dunia, maka kasih sayang seorang ayah adalah mendorong kita untuk menguasai
dunia itu. Seorang ayah bak seorang nahkoda kapal yang mengarahkan keluarga. Sosoknya
akan selalu mendukung, memotivasi, dan akan selalu ada untuk kita dalam kondisi
apapun.
“gumapseumnida appa. Berkat teriakanmu aku bangkit,
kekuatanmu memapahku hingga garis finish membuatku tak menyerah pada keadaan”
-end-
Maaf jika jelek dan tak jelas. tulisan ini banyak mengutip dari cerita asli. Thanks for my best friend emak Indri yang sudah membantu membuatkan judul. that's nice girl ^^